Yogyakarta, Anak autis biasanya sulit kontak mata dan
susah berinteraksi dengan orang lain. Tapi banyak anak autis yang justru bisa
berinteraksi dengan hewan. Kuda merupakan salah satu hewan yang digunakan untuk
terapi autis.
Kuda membantu memecahkan hambatan komunikasi pada
anak autis. Anak autis terkadang sangat nyaman dengan hewan karena hewan tak
pernah menghakiminya.
Selain kuda, terapi untuk anak autis yang banyak dikembangkan adalah
terapi perilaku, terapi wicara, terapi bermain, terapi dengan lumba-lumba dan
masih banyak lainnya.
Terapi menunggang Kuda ini memang belum banyak dilakukan di Indonesia.
Namun, kini UGM telah membuka layanan terapi autis dengan berkuda.
Program yang telah berjalan mulai awal Maret 2012 ini dikembangkan
oleh Gadjah Mada Equestrian Center (GMEC), suatu unit kegiatan yang dibentuk
bersama-sama antara unit kegiatan mahasiswa (UKM) Berkuda UGM, Laboratorium
Ternak Potong dan Kesayangan Fakultas Peternakan (Fapet) UGM, serta Direktorat
Kemahasiswaan UGM.
Ketua GMEC, Ir. Edi Suryanto, M.Sc., Ph.D.,
menyebutkan terapi dengan berkuda ini merupakan salah satu program yang
ditawarkan oleh GMEC. Hingga saat ini terdapat 6 murid yang mengikuti terapi
autis dengan berkuda, lima diantaranya dari Sekolah Autis Fajar Nugraha, dan
satu orang dari SLB Damayanti.
Edi menyampaikan anak-anak penderita autis disini diajak untuk
berinteraksi dengan Kuda. Kegiatan ini diharapkan mampu membantu konsentrasi
pada penderita. Selain itu juga membantu dalam bersosialisasi dengan anak-anak
lainnya.
"Anak-anak diberikan kegiatan mulai dari
dilatih memberi makan, menyisir rambut dan ekor, memandikan, memasang pelana
serta menunggang Kuda," ungkap Edi dalam rilis yang diterimadetikHealth, Sabtu (31/3/2012).
Terapi dilakukan setiap hari Minggu pagi, mulai
pukul 08.00-09.00 WIB. Bertempat di lahan UGM yang dikelola Fakultas Peternakan
di Jalan Gambiran, Karangasem, Sleman.
Terapi ini dituturkan Edi, mampu membantu konsentrasi dan mengurangi
agresifitas penderita autis.
"Berinteraksi dengan Kuda menimbulkan rasa
senang pada anak autis serta membantu memfokuskan konsentrasi," jelas Edi
yang juga memegang jabatan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan
Pengembangan Usaha Fakultas Peternakan ini.
Selain membuka program terapi autis denga berkuda, GMEC juga
menawarkan sekolah berkuda (riding horse). GMEC mengajarkan kemampuan
menunggang kuda bagi siswanya meliputi latihan dasar menunggang kuda (basic
riding), tunggangan serasi (dressage), halang rintang (show jumping), cross
country, dan endurance. Latihan dilakukan selama 1 jam, 4 kali dalam sebulan.
"Sekolah berkuda ini cukup mendapatkan apresiasi dari masyarakat.
Sejak dibuka Februari lalu terdapat sekitar 100 pendaftar, tapi kami hanya
batasi menerima 20 orang karena baru memiliki 4 ekor Kuda," jelas Edi.
Psikolog perkembangan anak UGM, Prof. Endang
Ekowarni menyebutkan terapi berkuda tergantung pada kondisi pasien dan terapis.
Terapis autis juga harus menguasai karakter kuda tidak hanya untuk sekedar
dikendarai.
"Semua sangat tergantung pada kondisi
penderita serta kemampuan pelatih dalam melakukan terapi," jelas Endang.
Seperti dilansir dari Telegraph, Sabtu (31/3/2012), Dr Temple Grandin, profesor
yang fokus pada masalah pengaruh autis terhadap hewan di Colorado State
University, mengatakan hewan memang sering menjadi titik sambungan antara anak
autis dan orang normal.
Menurut Profesor Grandin yang kisah dirinya yang menderita autis
pernah difilmkan ini, setiap gerakan yang berulang, seperti berkuda, yang
mengharuskan seseorang untuk terus-menerus mencari dan menyesuaikan
keseimbangan, merangsang wilayah otak yang bertanggung jawab untuk belajar.